Senin, 20 Oktober 2014

Aku dan Yogyakarta part 1: Kenikmatan Tiada Tara

Sudah lama, selalu dua kata itu yang kutuliskan pertama kali dalam setiap tulisan yang kubuat. Iya, memang sudah lama aku tidak menuangkan pemikiranku atau kisahku dalam sebuah tulisan. Padahal seperti yang kita tau setiap kata memiliki makna dan kekuatan apabila dirangkaikan dalam sebuah kalimat. Sudah lama ingin menuliskan beberapa kisah kehidupan selama tiga tahun terakhir aku hidup di kota ini Yogyakarta sebuah kota yang teramat istimewa. Tidak hanya istimewa namanya, setiap sudut kota bahkan orang-orangnya pun memiliki keistimewaan. Berawal dari sebuah kisah anak sekolah yang saat itu masih mengenakan seragam putih abu-abunya. Di kala itu adalah masa ketika kamu mulai ingin menentukan jalan hidupmu sendiri, mulai ingin menentukan arah kemana kau akan pergi. Yap, diujung pendidikanmu di sekolah menengah atas. 

Setiap orang dikelas yang kau beri pertanyaan "mau kuliah dimana?" pasti dia akan diam sejenak berpikir sedalam-dalamnya kemudian dia akan menjawab, ya ingin melanjutkan ke perguruan tinggi yang terkenal dengan jurusan ini itu karena aku ingin meraih cita-citaku. Sama halnya dengan diriku, mungkin aku adalah salah satu orang yang mengikuti arus berpikir orang-orang dimasa itu, persis jawabanku adalah ingin melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada, salah satu universitas tertua di Indonesia. Seperti mimpi memang, mimpi yang besar dan mungkin saat itu akupun tidak yakin bisa meraih mimpi itu, karena memang terlihat mustahil seorang anak yang lahir di desa, lebih tepatnya pinggiran kota bisa melanjutkan kuliah di salah satu universitas terbesar di Indonesia karena di tempatku tinggal memang jarang sekali ditemukan lulusan dari universitas itu. Bahkan menemukan orang yang bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi saja mungkin akan sulit. Tapi memang manusia hanya bisa berusaha, yang menentukan tetaplah Allah. 

Terucap segala doa serta berbagai usaha pun dilakukakan, tentunya usaha yang masih di jalanNya. Di tahun 2011 adalah tahun pertama kali diterapkan SNMPTN undangan, salah satu program pemerintah untuk jalur masuk perguruan tinggi negeri yang didasari oleh rekomendasi dari sekolah tempat asal. Alhasil pada waktu itu aku direkomendasikan untuk mengikuti proses seleksi SNMPTN undangan. Sembari menunggu detik-detik ujian akhir nasional aku mulai menentukan langkah memilih perguruan tinggi yang akan menjadi bagian dari hidupku nantinya. Dengan penuh kesungguhan, kumantapkan hati ini untuk memilih kampus biru, jurusan yang kupilih adalah biologi. Jurusan itu yang tiba-tiba terlintas dalam pikiranku. Awalnya memang aku bingung mengapa memilih fakultas ini, tapi sampai detik ini aku bersyukur ditempatkan di fakultas ini. Kira-kira hampir dua bulan menunggu pengumuman SNMPTN undangan dari DIKTI, waktu itu pengumuman hasil SNMPTN undangan hanya bisa diakses pada jam tertentu, alhasil aku dan keluargaku menunggu sampai pengumuman itu di rilis. Menunggu itu memang menyebalkan, dan pada akhirnya jeng..jeeeng. Alhamdulillah puji syukur yang luar biasa dihaturkan padaNya. 

Entah itu mimpi atau memang keberuntungan bisa melanjutkan kuliah di UGM, jalan itu dipermudah olehNya, sungguh kebahagiaan yang tak terkira. Memang masih banyak yang harus diperjuangkan, diterima di UGM bukanlah hal yang mudah, banyak hal yang harus kamu emban sebagai mahasiswa di Universitas yang katanya kerakyatan ini. Nilai-nilai moral yang harus diperjuangkan bahkan sampai nama besar Gadjah Mada pun dipertaruhkan. Pertanyaannya adalah apakah kita sebagai mahasiswa UGM mampu menjalankan ini semua? menganut nilai-nilai keUGM an yang kita emban, bukan hanya menjadi sosok mahasiswa yang hanya memiliki titel Gadjah Mada, tapi bagaimana cara kamu mengimplementasikan nilai-nilai itu kemasyarakat. Menjadikan dirimu mahasiswa yang tidak hanya luar biasa di kelas tapi juga menjadi idola di lapangan. Yap, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan :) Jangan sampai Gadjah Mada hanya menjadi sekedar gelar yang disematkan padamu, jadikanlah Gadjah Mada mendarah daging disetiap langkahmu karena kuakui Gadjah Mada itu berbeda :) Sejak itu pula aku menyadari betapa skenario Allah itu sangatlah indah, tak pernah membayangkan bisa memijakkan kaki di tanah Yogyakarta selama ini. Sungguh nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan? -Bersambung-